top of page

DeathLine Side Story #3: Connections

  • Writer: Vee
    Vee
  • May 13, 2021
  • 3 min read

Updated: May 20, 2021



Sejatinya, sepasang saudara kembar itu punya ikatan batin yang kuat.


kata siapa?


Frederic akan membuktikan kalau teori itu tak berdasar. Jangan dulu jauh-jauh bicara soal ikatan batin. Secara fisik, Frederic mungkin punya fitur wajah dan penampilan yang sekilas terlihat identik dengan Ferdinand. Namun begitu, tentu ada hal-hal kecil hingga besar yang menjadi faktor pembeda antara satu dengan lainnya. Tinggi badan, bentuk mata, atau sifat misalnya. Ikatan batin? Frederic bahkan tak pernah bisa memahami jalan pikiran Ferdinand.


Jadi, kata siapa anak kembar itu punya ikatan batin yang kuat?


Sejak kecil, selayaknya pasangan anak kembar di belahan bumi lainnya, Frederic seringkali punya baju yang serasi, atau bahkan sama persis dengan Ferdinand. Supaya bisa dibedakan, bagian dalam ujung lengan baju yang baru dibeli itu selalu ditandai ibunya menggunakan spidol permanen, dengan inisial huruf E untuk Eric, atau D untuk Dinan. Baik Frederic maupun Ferdinand tanpa sadar membawa kebiasaan tersebut sejak mereka mulai bisa menulis, hingga duduk di bangku SMA.


Namun begitu, Frederic mau 'pensiun' dari kebiasaan punya baju yang sama dengan Ferdinand. Selain mau membuktikan teori soal ikatan batin yang dianggapnya tak berdasar, bagaimana pun juga, sekarang dia sudah punya selera berpakaian sendiri. Lagipula, dalam beberapa bulan ke depan ia akan menjadi mahasiswa, yang artinya, tinggal berdua di apartemen yang sama dengan Ferdinand. Frederic sudah bisa memastikan kalau semua pekerjaan rumah tangga seperti mengangkat kain jemuran dan melipat pakaian akan diserahkan padanya secara penuh. Dia juga sudah bisa membayangkan bagaimana repotnya untuk selalu mengecek huruf pada bagian lengan sebelum memastikan akan masuk ke lemari siapa baju itu nanti.


Alasan itulah yang membuat Frederic ada di mal siang itu, berdiri di antara lusinan baju koko yang mengapitnya di sisi kiri dan kanan. Pada tahun-tahun sebelumnya, ibunya lah yang memilih dan membelikan baju lebaran untuk Frederic dan Ferdinand. Mulai tahun ini, Frederic meminta dirinya yang pergi memilih bajunya sendiri.


Pemuda itu memanjangkan leher, melempar pandang ke arah Ferdinand yang sedang berkeliling di area kaus di seberang sana. Kemeja koko tentu saja bukan selera Ferdinand. Kalau kondisi tak memaksanya mengenakan pakaian formal yang rapi, dia pasti memilih kaus dan memadukannya dengan jaket kesayangannya. He's predictable af. Frederic mungkin tak bisa memahami jalan pikiran Ferdinand, tapi kakak bodohnya itu terlalu mudah ditebak.


Frederic tersenyum puas, lantas membawa baju pilihannya ke arah kasir.


***


Baik momen lebaran atau hari-hari biasa, Ferdinand harus selalu tampil kece badai bin ganteng maksimal. Dia tahu benar dirinya cocok mengenakan apa saja; memilih pakaian seharusnya bukan menjadi masalah besar. Namun begitu, gagasan soal tampil beda saat lebaran sempat melintas dalam benak Ferdinand. Dan, oh, bukankah lebaran juga merupakan momen yang tepat untuk mengunggah foto ke media sosial? Kalau begitu, untuk kali ini saja, mungkin dia harus menyimpan jaket hijau kesayangannya dalam lemari.


Ferdinand berbelok ke arah area kemeja pria, memandang berkeliling sebelum tatapnya jatuh pada barisan kemeja koko lengan pendek dengan aksen garis-garis merah pada bagian saku dan lengannya. Simpel, tapi keren. Ferdinand mengambil satu, mencobanya dalam kamar pas sebelum melangkah ke konter kasir.


***


Beberapa hari berikutnya, beberapa menit sebelum sholat ied dimulai....


Sambil menunggu Ferdinand, Frederic memandang pantulan dirinya pada kaca mobil, kembali merapikan kerah sembari memastikan pecinya sudah terpasang dengan benar. Dia suka kemeja barunya. Aksen merah pada bagian saku dan lengannya membuat penampilannya terkesan simpel, tapi tetap rapi dan menarik. Mungkin terdengar sepele, tapi suasana hatinya juga sedang dalam kondisi terbaik mengingat hari ini akan menjadi pertama kalinya dia punya baju lebaran yang berbeda dari Ferdinand.


"Ric, tolong panggil Dinan, dong. Nanti keburu rame." Suara ibunya mengalihkan perhatian Frederic. Pemuda itu mengangguk, kembali melangkah ke dalam rumah.


"Naaan, buruan! Nggak usah banyak gaya lo. Mau sholat ini, bukan ngapelin cewek!"


"Waaaiiit! Jangan tinggalin!" Ferdinand menyahut dari kejauhan. Suara pintu yang dibuka terburu-buru terdengar, disusul bunyi langkah kaki yang menuruni tangga dengan tergesa. "Sori, sori. Tadi peci gue nggak ketemu—"


Keduanya saling berpandangan. Ferdinand melongo. Frederic speechless. Tentu saja karena kemeja koko yang dikenakan Ferdinand, bukan karena terpesona.


Lagipula, like hell he will.


"...."


"...."


"Kok, baju kita kembaran, ya, Ric."


"...."


"Ric, u ok?"


Yah. Bagaimanapun juga, sejatinya sepasang saudara kembar itu punya ikatan batin yang kuat.


***

Eric be lyke:

ree








DeathLine Side Story #3: Connections End


ree

Happy eid mubarak 1442 H!


(c) Vee, 2021

Comments


© Copyright
© Copyright
Vee
(ヴィー)

I write. I read. I paint. I rant sometimes.

Basically just pouring out my mind into words in my spare times.

© January, 2019-2021

bottom of page