Night Thoughts: Being an average person isn’t bad
- Vee

- Mar 27, 2021
- 5 min read
Updated: Mar 30, 2021
Barusan abis liat twit seseorang tentang di umur berapa kalian sadar kalau kebanyakan dari kita akan jadi orang yang rata-rata aja?. Agak lupa bunyi cuitannya gimana sih, intinya begitu.
Dan jawaban gue, umur 20.
Semasa SMA, gue ambis banget sama semuanya: akademis, organisasi, hobi. Gue ngejar nilai sempurna, ga pernah bolos rapat, rajin nggambar tiap hari, nulis novel… dihajar semua pokoknya. Ngga tau juga kenapa dulu bisa se-idealis itu. Karena waktu itu masih bocah kali ya? (Well, bukan berarti sekarang udah dewasa juga sih /yha). Mungkin dulu gue berharap belajar rajin bisa bikin gue gampang nembus universitas bergengsi lewat SNMPTN atau SBMPTN. Berharap dengan nulis tiap hari bisa jadi novelis hebat macem Akiyoshi Rikako. Berharap dengan rajin nggambar bisa impruv, punya banyak followers, dan... jadi famous.
Back to the time when I was around 17 until 19 y.o.; waktu baru lulus SMA menuju maba alias mahasiswa baru. SNMPTN ga dapet. SBMPTN ditolak 9 univ. UM juga ga ada yang jebol. Gue terpukul—amat sangat terpukul. Gue kira, dengan belajar mati-matian, ngehafalin rangkuman sebelum ujian, bangun jam 3 demi mahamin materi tertentu, ga pernah bolos les rutin, dan les intensif sebulan sebelum SBMPTN bisa bikin gue dapet univ dengan gampang. Ya, nyatanya, nggak juga. Ketika pada akhirnya gue dikasih jalan buat dapet univ lain, yang—di mata gue pada saat itu—sangat ‘wah’ dan terkesan ga mungkin bagi gue yang cuma berasal dari keluarga kelas menengah ini, gue berpikir, “Oh. Ternyata belajar gue nggak sia-sia, kok. Buktinya akhirnya skill English gue bisa kepake di sini.” Ya. Rejeki gue adalah salah satu univ di Negeri Jiran.
Excited? Obviously. Gue nggak pernah ke luar negeri sebelum ini. Ga pernah kebayang juga sekolah ke luar negeri. Bahkan meski gue naksir sama Jepang pun, bisa punya paspor itu seolah cuma jadi mimpi buat gue. Tapi, meski gue menggebu-gebu dapet univ yang se-wah itu, gue malah berniat buat kuliah seperlunya aja. Dateng kelas, ngisi attendance, kerjain tugas, submit. Gue menghindar dari segala bentuk keterlibatan di organisasi. My major is unrelated to art or design at all, yet I dreamed to be a famous artist on socmed instead. Idk, mungkin ini terpengaruh sama prinsip gue yang ga mau dianggap ‘oh, pantes dia jago gambar, anak seni kok.’ dan karena gue juga sedikit banyak terpengaruh dari salah satu artist fav gue di Insta. Doi anak jurusan kimia (?) atau semacemnya, tapi gambarnya ga kalah dari anak seni. Doi suka bikin short comic OC-OCnya, artstyle-nya khas, anatominya bagus, coloringnya mantep, followersnya ada huruf K (if you know her, you know). Jadi, bukannya fokus akademik, gue malah mau ngejar di hobi. Terutama di bidang seni. Yah, mungkin karena sedikit banyak sempat ‘dikhianati’ sama SBMPTN juga, jadinya gue berkhianat balik ga mau ambis banget di bidang akademis lagi (lol). Alasan gue buat ga join organisasi apa-apa juga, karena gue (ceritanya) mau fokus impruv gambar. Yes. I am fully aware that this sounds silly.
Oh. Dan satu lagi. Kenapa gue cuma fokus art, ga nulis novel juga? Karena gue juga merasa dikhianati sama ekspektasi gue. Waktu gue umur 16, gue ada ngegarap satu judul, dan itu gue remake berkali-kali, rombak sana-sini, sampe akhirnya final draft-nya jadi waktu umur gue 17 tahun. Like, gue yakin udah perfect banget lah itu konsep sama plot twist-nya. Gue ngerasa udah susah payah, tetep aja ditolak penerbit. Gue ngambek. Marah. Kecewa. Bahkan fanfic yang biasanya jadi pelepas penat pun malah ga minat lagi buat gue liat. Ya, pada akhirnya gue malah vakum nulis sampe umur 19, makanya gue mau lebih fokus ke gegambaran aja.
Sayangnya, prinsip gue soal gegambaran ini juga salah. Gue pikir, banyak ngupload bisa bikin gue famous. Gue pikir, seiring berjalannya waktu, gue bakal otomatis impruv dengan sendirinya. Well, poin kedua ga salah juga sebenernya. Yang salah adalah, gue berpikir gue bakal bisa gambar full-body, perfect anatomy, dynamic pose, atau coloring dewa, hanya dengan nggambar tiap hari. Padahal yang gue gambarin tiap hari juga headshot doang. Ya, gimana mau impruv, men? Lo pengen bisa gambar apa tapi yang sering digambar malah apa. Would someone follow artists who can only draw headshots all the time with their inconsistent artstyle, tho? Ha. Like hell they would. Gue terjebak di lingkaran setan itu selama kurang lebih… idk, lebih dari 3 tahunan, mungkin? Dan bodohnya, bukannya gue mulai latihan (gambar anatomi atau proporsi gitu kek, misalnya?), gue malah nge-down sendiri. Gue malah mempertanyakan hal-hal kayak, ‘why can’t I be like her?’, ‘why can’t I color perfectly like him?’, 'life is unfair, huh', and the list goes on. Lololol ketawain aja, gapapa.
Dan setelah berbulan-bulan nge-down, gue berujung terjebak di fase benci sama hasil karya sendiri. Setelah lumayan bisa berdamai sama struggle satu ini, gue mulai belajar menerima kalo ga semua orang bisa jadi artist yang famous. Latihan tiap hari pun ga cukup. Jadi unik aja juga ga cukup. And most of the time, you need to follow the trends too. Like, you have to follow that. freakin'. specific. trend. as soon as it comes up, or else, people would get bored with it already. Man. It’s absolutely painful for me, no kidding. Dan, banyak juga orang gambarnya lebih bagus dari ‘si famous’ ini tapi mereka underrated. I slowly started to enjoy this hobby as it should be. Kalo dipikir-pikir, ngapain gue nggambar buat followers? Palingan juga cuma bakal diliat sekilas, double tap, lewat. Well, ga semuanya begini kok, gue cuma menyimpulkan dari sudut pandang yang jeleknya aja. Because, honestly tho, when I try to see things from their worst side, I can be more ready to accept it. Dan kalo ada hal-hal bagus yang terjadi, gue bisa lebih bersyukur dan nganggap itu sebagai bonus aja.
Sebenernya agak nyesel juga karena ga join organisasi semasa kuliah ini. Anyway, gue join organisasi pas SMA simply karena gue suka aja. Walaupun nguras banyak energi dan waktu me-time gue jadi ikutan kepotong juga (lol), gue suka terlibat hal-hal berkaitan organisasi di luar bidang akademis. Apalagi jadi panitia event. I can’t even describe how passionate I am with event organizing thingy. Cuma ya itu, gue bener-bener salah karena di awal kuliah milih fokus ke gegambaran. Pikiran gue waktu itu, kalo gue join organisasi, waktu me-time gue juga kepotong. Alias jadi ga ada waktu buat nggambar dan sosialisasi sama anak-anak di art community di sosmed.
Sekarang, gue jadi bertanya-tanya sendiri. Gue mencoba merefleksi diri kenapa dulu gue sampe pernah se-ngebet itu pengen punya banyak followers. Satu, karena ego dan ambisi seorang remaja labil (lol). Dua, karena diri gue yang mau dapet "pengakuan" kalo gue juga bisa nggambar tanpa harus jadi anak jurusan seni. Tiga, karena bales dendam sama beberapa orang yang pernah ngeremehin gue. Kata mereka, nggambar itu buang-buang waktu. Buang-buang kertas. Ga ada gunanya. Seni itu ga ada duitnya. Dan, entah kenapa, gue juga ngerasa ada beberapa orang yang seakan-akan bilang kalo orang kayak gue cuma bisa jadi angin lalu aja. Padahal ga ada juga sih yang terang-terangan bilang begitu, mungkin ini cuma dari sudut pandang gue aja. Tapi intinya poin ketiga ini yang bikin gue ke-trigger dan jadi pengen buktiin kalo yang mereka omongin itu salah. Tapi, yah. Guess I should forget about it already. Even if I managed to get my revenge by proving that what they said was wrong, still, they definitely won't give a f*ck.
I'm such a dumb, haha. Pengalaman organisasi nol, jadi famous artist juga ngga. Padahal, kalo dipikir lagi ya, pengalaman organisasi kayaknya masih jauh lebih penting dan bermanfaat daripada cuma perihal bales dendam dan punya huruf K di kolom followers. Mampus. Nyesel kan lo sekarang. Hahahahaha /cri.
I am 20 now. Being an average person like this isn’t bad either. Gue terlepas dari belenggu pressure buat upload gambar tiap hari, terbebas dari capeknya ngikutin tren, terbebas dari keharusan buat aktif di art community, ga perlu lagi mikirin kapan impruv, and finally I can enjoy art in my own pace.



![Art, Social Media, and Insecurity [Part 2]](https://static.wixstatic.com/media/e4250e1e0cb443b59076ab099113408e.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_avif,quality_auto/e4250e1e0cb443b59076ab099113408e.jpg)
Comments